Penelitian Cambridge University Menunjukkan Para Muslimah Yang Baru Memeluk Islam Terus Berjuang Untuk Menghilangkan Pandangan Negatif Terhadap Islam.
Suatu malam, Anisa Atkinson makan bersama keluarganya. Mereka duduk mengelilingi meja, santai seperti biasa. Namun keadaan berubah tegang saat Anisa mengumumkan kepada keluarga bahwa dirinya sudah masuk Islam. Menjadi mualaf.
“Ibu saya sangat terpukul. Karena baru berusia 17 tahun, saya tidak bisa menyampaikan hal ini dengan penuh hormat dan cerdas,” kata Anisa seperti dilansir Huffington Post.
Beberapa waktu kemudian, Anisa memutuskan untuk berhijab. Keputusan itu menambah kemarahan sang bunda. Bahkan keluarganya saat itu berfikir Anisa telah dicuci otak oleh kelompok tertentu.
“Ini membuat malu ibu saya karena dia adalah seorang guru di sebuah sekolah umum,” tutur perempuan asal Scunthorpe, Lincolnshire, Inggris, yang sudah memeluk Islam selama lima belas tahun itu.
Itu secuil gambaran kehidupan perempuan mualaf menjalani hidup barunya di Inggris. Memang berat hidup sebagai mualaf di negeri yang jumlah muslimnya minoritas. Sebab, mereka harus mempertahankan keyakin yang baru dipeluk di bawah tekanan.
Sebuah penelitian yang dilakukan Cambridge University dan The New Muslim Project menunjukkan para muslimah yang baru memeluk Islam terus berjuang untuk menghilangkan pandangan negatif terhadap Islam.
Pemimpin penelitian itu, Yasir Suleiman, mengatakan memang pindah agama merupakan fenomena yang kompleks. Kadang penuh suka cita, namun terkadang menyakitkan.
“Tapi tidak lebih menyakitkan ketika seseorang masuk Islam, sebuah agama yang saat ini sedang gencar-gencarnya difitnah," jelas Suleiman.
Sebanyak lima puluh muslimah yang diwawancara dalam penelitian itu mengaku tak mudah berjuang untuk meluruskan pandangan masyarakat dan media di Inggris terhadap Islam.
Penelitian itu menyebut para mualaf perempuan sering menghadapi teror. Tak hanya dari masyarakat, cibiran terkadang datang dari keluarga sendiri. Mereka menerima pertanyaan-pertanyaan yang menyudutkan. “Mengapa wanita Barat yang bebas memilih agama terbelakang?” Itulah salah satunya.
Salah satu muslimah mengungkapkan kekhawatiran keluarganya yang atheis. Keluarga itu sangat marah ketika responden ini masuk Islam. Sehingga muslimah ini dicemooh dan dituduh telah dicuci otak.
Yang lebih ekstrem dialami muslimah yang juga diwawancara dalam penelitian ini. Sang responden bercerita tentang kebencian saudaranya saat dirinya masuk Islam.
Sampai-sampai saudara sang responden itu memutuskan masuk Partai Nasional Inggris --semacam organisasi Nazi-- untuk mencegah Islam Inggris. Saking bencinya, keluarga responden ini mengabarkan kepada semua tetangga bahwa muslimah ini telah meninggal.