-->

Menagih Janji Empat Istri (1)






Ia tidak terlalu mencintai istri pertamanya. Tidak pernah memberikan perhatian dan kasih sayang kepada istrinya itu.

DIKISAHKAN ada seorang saudagar kaya raya yang memiliki empat istri. la sangat mencintai istrinya yang keempat, melebihi kecintaannya pada istri-istrinya yang lain. la memberikan baju yang paling bagus, memperlakukan dengan sangat lembut, memberikan perhatian lebih, dan selalu memberikan segala sesuatu yang terbaik.
Ia juga sangat mencintai istri ketiga dan bangga dengan kecantikan istrinya itu. Ia suka memamerkannya kepada teman-temannya. Namun ia khawatir istri ketiganya akan meninggalkannya dan pergi bersama lelaki lain.
Ia juga mencintai istri keduanya. Istrinya ini wanita yang sangat istimewa, memiliki sifat penyabar dan menjadi orang kepercayaan. la selalu mengadu kepada istri keduanya ketika menghadapi masalah, dan istrinya tersebut selalu membantunya dalam meniti, menghadapi, dan mengarungi saat-saat susah.
Ada pun istrinya yang pertama sangat ikhlas mencintainya. Sang istri ini memiliki peranan besar dalam menjaga kekayaan dan kesuksesannya dalam bekerja, di samping perhatiannya yang besar terhadap masalah rumah tangga. Meskipun demikian, ia tidak terlalu mencintai istri pertamanya. la tidak pernah memberikan perhatian dan kasih sayang kepada istrinya itu.
Suatu ketika, sang saudagar jatuh sakit. Dia menyadari umurnya tidak lama lagi dan akan meninggalkan dunia fana ini. la memikirkan kehidupannya yang serba mewah dan berkata kepada dirinya sendiri: “Sekarang ini aku memiliki empat istri, namun ketika mati aku hanya sendiri. Sungguh betapa kesendirianku sangat menyiksa? Siapakah yang akan menjadi penghiburku? Siapa yang bisa meringankan kesendirianku dan keterasinganku?”
Lalu, ia mengumpulkan istri-istrinya di sekelilingnya. la memandangi istri keempatnya dan berkata kepadanya dengan suara yang lembut dan penuh kasih sayang, “Aku sangat mencintaimu lebih dari mereka semua. Aku memberikanmu baju yang paling bagus, dan memberikan perhatian yang banyak kepadamu. Sekarang aku akan mati, apakah kamu akan mengikutiku dan menemaniku dalam kesendirian?”
Istri keempatnya menjadi takut seraya menjawab, “Mustahil, aku tidak mungkin mengikutimu.” Kemudian, istrinya pun pergi menjauhinya tanpa sepatah kata pun. Ucapan istrinya itu mengiris hatinya, laksana pisau yang sangat tajam.
Ia beralih kepada istri ketiganya dan berkata, “Aku sangat mencintaimu sepanjang hidupku. Sekarang ini aku dalam perjalanan menuju gerbang kematian. Apakah kamu mau mengikutiku dan menjaga kasih sayang di antara kita?”
Sang istri menjawab dengan ketus, “Tidak, kehidupan di dunia ini indah. Aku akan menikah dengan orang lain setelah kematianmu.”
Hati saudagar tersebut sakit ketika mendengar jawaban istrinya. Hatinya berubah dingin, seperti rasa dingin yang menyelinap di sela-sela sendi tubuhnya.
Kemudian saudagar tersebut bertanya kepada istrinya yang kedua. “Engkau sudah mendampingiku selama hidupku. Engkau selalu menjadi tempat curhatku dan membantuku. Sekarang ini aku membutuhkan bantuanmu sekali lagi. Apakah kamu akan mengikutiku ketika meninggal dan mendampingiku dalam kubur, seperti kamu mendampingiku ketika masih hidup?”
Sang istri menjawab tanpa ragu-ragu, “Aku minta maaf. Kali ini aku tidak bisa membantumu.” Lalu ia melanjutkan, “Yang bisa aku lakukan sejauh ini adalah mengantarmu hingga liang kubur.”
Jawaban istrinya tersebut seperti petir menyambar. Ketika itu, ia mendengar perkataan yang lembut, seolah-olah datang dari bawah tanah, “Aku akan mengikutimu, sayang. Aku akan pergi meninggalkan dunia ini bersamamu, tanpa peduli ke mana engkau akan pergi. Aku akan menjadi pelipur laramu, meringankan bebanmu, menghibur kesendirianmu, dan menghapus keterasinganmu. Aku akan bersamamu selamanya.”
Sang suami melihat ke sekelilingnya mencari sumber suara tersebut. Suara itu berasal dari istri pertamanya, yang tubuhnya sudah mengurus, rambutnya rontok, rona wajahnya berubah, dan kedua matanya menjorok ke dalam. Kondisinya seperti orang mengalami kelaparan, kurang gizi, kurang perhatian, dan kasih sayang. la berkata dengan wajah penuh kesedihan, haru, dan sengsara.
Saudaraku… istri keempat itu ibarat jasad kita. Selama hidup, kita telah meluangkan banyak waktu, tenaga, dan harta untuknya, serta membuat penampilannya menarik. Namun ketika kita mati, ia akan meninggalkan dan tidak mau menemani dalam perjalanan baru kita.
Istri ketiga ibarat harta, yang ketika mati akan meninggalkan kita dan pergi bersama orang lain.
Istri kedua ibarat keluarga dan teman. Meskipun mereka dekat sekali dengan kita ketika masih hidup, tetapi mereka hanya menemani kita hingga liang kubur saja.
Istri pertama pada hakikatnya adalah kehidupan ruhani kita dan hubungan kita dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang sering kita lalaikan ketika kita terlalu memperhatikan urusan materi dan mengejar kepuasan duniawi, kekayaan, kemuliaan, pangkat, dan hal-hal lain. Padahal, ia satu-satunya yang akan mengikuti ke mana pun kita pergi.
Waktu berlalu termakan oleh usia
duhai orang yang terkungkung oleh nafsu semata
Waktumu hilang tanpa sisa
Bersenang-senang, bergadang,
dan tidur tanpa usaha
Terus hidup dalam sesat yang
hingga saat ajal tiba
Engkau telah berusaha untuk jasadmu, demi ketenangan dan kebahagiaan semampumu. Engkau telah memberi makanan dan minuman yang terbaik. Engkau memberi tempat tinggal yang paling indah dan tenang. Engkau telah berusaha untuk memberi kesenangan dan kemewahan, sesuai dengan kemampuanmu. Namun engkau melalaikan aspek terpenting dan tuntutan hidup yang paling mulia.
Tuntutan itu adalah tuntutan ruhani, hati, dan keimanan. Makanan dari itu semua adalah ketaatan, bekalnya adalah takwa, perapiannya adalah ibadah, balsemnya adalah amal saleh. Apakah engkau sudah menunaikan hak-hak ruhanimu, sebagaimana engkau telah menunaikan hak-hak jasadmu?
Hai pengagung ragawi, begitu besar usahamu
memberikan pelayanan
Membuatmu lelah dan berujung pada kerugian
Sambutlah panggilan jiwa dan sempurnakan
Sekarang juga.*/
Dr. Majid Ramadhan, dari bukunya Do It Now.

Share this:

Disqus Comments